Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6

Dalam menulis Jurnal Dwimingguan ini saya menggunakan Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) 4F merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway yang merupakan salah satu model Jurnal Dwimingguan dari 9 model yang terseda.

Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) 4F merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P, dengan pertanyaan sebagai berikut (disesuaikan dengan yang sedang terjadi pada saat penulisan jurnal):

1. Facts (Peristiwa): Ceritakan pengalaman Anda mengikuti pembelajaran pada minggu ini atau pada saat menerapkan aksi nyata ke dalam kelas? Apa hal baik yang saya alami dalam proses tersebut? Ceritakan juga hambatan atau kesulitan Anda selama proses pembelajaran pada minggu ini? Apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala tersebut?

2. Feelings (Perasaan): Bagaimana perasaan Anda selama pembelajaran berlangsung? Apa yang saya rasakan ketika menerapkan aksi nyata ke dalam kelas? Ceritakan hal yang membuat Anda memiliki perasaan tersebut.

3. Findings (Pembelajaran): Pelajaran apa yang saya dapatkan dari proses ini? Apa hal baru yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini?

4. Future (Penerapan): Apa yang bisa saya lakukan dengan lebih baik jika saya melakukan hal serupa di masa depan? Apa aksi/tindakan yang akan saya lakukan setelah belajar dari peristiwa ini? 

 

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6
 

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan sekolah menengah yang di fokuskan untuk mempersiapkan muridnya menjadi tenaga terampil di bidangnya sesuai dengan Jurusan (peminatan) yang di pelajarinya. Pembelajaran di SMK lebih banyak materi praktik dibanding teorinya, hal ini sejalan dengan konsep SMK yang tujuanya mempersiapkan tenaga terampil untuk dapat bersaing di dunia kerja

Dalam pembelajaran praktik minggu ini saya memiliki pengalaman yang cukup mengesankan terkait dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa murid memiliki kodrat alam dan kodrat zaman yang berbeda. Sabtu, 10 September 2022 saya memberikan materi praktik di laboratorium jaringan computer sekolah dengan materi membangun Domain Name Server (DNS) untuk kelas 12 Teknik Komputer dan Jaringan.

Satu persatu saya mendekati siswa yang terlihat kesulitan mengerjakan jobsheet yang sudah saya buat sebelumnya. Sembari mengerjakan jobsheet saya ajak ngobrol terkait dengan permasalahan yang dihadapi dalam belajar, terutama mengerjakan jobsheet DNS Server tersebut. Kemudian langkah demi langkah saya jelaskan bagaimana mengerjakan/ menyelesaikan jobsheet dengan benar sesuai SOP.

Saya merasa kaget, prihatin sekaligus bangga ketika ngobrol dengan salah satu siswa yang sejak awal merasa kesulitan dalam mengerjakan jobsheet. Saya prihatin ketika bertanya kepada anak tersebut dengan pertanyaan “Kamu dari awal terlihat kesulitan, apa masalahnya? Dan apakah dirumah tidak belajar?. Siswa tersebut menjawab “Iya pak saya merasa kesulitan, dan saya dirumah juga tidak pernah belajar”. Lalu saya tanyakan lagi dengan pertanyaan “Mengapa kamu tidak belajar”, anak tersebut menjawab, “Saya dirumah merasa kecapekan (kelelahan) pak, sepulang sekolah saya langsung mencari rumput untuk makanan ternak saya".

Kemudian saya kejar lagi dengan pertanyaan “kamu dirumah punya ternak apa, dan punya siapa”. Dengan polosnya anak tersebut menjawab “saya punya 15 ekor kambing dan 1 ekor sapi pak, dan semua itu milik saya pribadi, orang tua hanya saya mintai tolong untuk menjualkan jika saya butuh untuk keperluan sekolah dan lainya”. Disitulah rasa bangga saya muncul ketika ternyata si anak tidak belajar bukan karena malas tetapi memang memiliki kegiatan yang positif untuk menopang hidup keluarganya.

Saya hanya berpesan kepada anak tersebut agar bisa membagi waktu kapan belajar, bekerja dan juga bermain. Walaupun sejujurnya dalam hati saya mengatakan bahwa pelajaran yang begitu banyak dipelajari disekolah dan dainggap rumit terkadang tidak ada hubunganya dengan dunia kerja setelah anak itu lulus dan bekerja, tetapi sebagai guru harus mampu menuntun, mendorong agar anak dapat menggali potensi bakat minat yang ada pada dirinya.

Pengalaman diatas dapat merubah rasa keprihatinan saya menjadi rasa bangga sekaligus menggugah nurani seorang pendidik bahwa ternyata anak yang terlihat “tidak mampu” ternyata memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak-anak lain, oleh karena itu semestinya seorang pendidik juga harus mampu memahami latar belakang (kodrat alam) dari murid-muridnya. Mereka datang dari keluarga yang berbeda, budaya yang berbeda dan juga pemahaman akan pendidikan yang berbeda juga.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah anak diatas sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah setiap anak memiliki kodratnya masing-masing, baik kodrat alam maupun kodrat jaman. Kita sebagai pendidik hendaknya memahami akan kodrat tersebut serta menerapkanya dalam pembelajaran dikelas maupun diluar kelas.

Sebagai pendidik harus mampu menjadi tauladan bagi murid-muridnya, serta mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk menggali potensi, bakat minat yang ada pada diri murid-murid tersebut.

Sebagai seorang pendidik, kedepan saya akan berusaha melakukan peningkatan kompetensi guna memahami kodrat alam dan kodat jaman yang dimiliki oleh murid-murid sehingga pembelajaran yang berpihak pada murid dapat terlaksana dengan baik.

Dengan demikian jika guru dapat menerapkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, bukan tidak mungkin Indonesia kedepan memiliki kualitas pendidikan yang baik.

Terimakasih


Daftar Pustaka

Model Jurnal Refleksi Dwi Mingguan_CGP Angkatan 6

BLOG'E WASITO
BLOG'E WASITO Hanya seorang "Pembelajar"

No comments for "Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6"